Ghost in the Shell, manga dan anime populer yang baru saja diangkat ke layar lebar, selain menonjol dalam rentetan aksi yang mendebarkan, di sisi lain juga mengetengahkan tema cybersecurity yang menarik untuk ditarik menjadi pembahasan. Bagaimana kisah komik Jepang ini bisa mempengaruhi komunitas peretas dan profesional di bidang keamanan teknologi, dari sebuah sudut pandang, khayalan seseorang yang mengangkat cerita ini lebih dari 20 tahun yang lalu.
Ghost in the Shell merupakan cerita yang banyak menginspirasi bagi dunia siber, bagaimana manga ini sejak awal diperkenalkan menawarkan konsep yang out of the box yang bahkan mungkin belum banyak dipikirkan saat jaman itu. Gagasan bahwa pikiran manusia bisa hidup dalam tubuh sintetis mirip cyborg memang bukan hal yang baru, tetapi pendekatan yang memberikan konektivitas permanen pada manusia dengan mesin yang menjadi satu kesatuan ke dalam jaringan yang serupa dengan internet saat ini adalah salah satu yang membuat film ini sangat menarik.
Hal lain yang menarik dari film yang diperankan bintang jelita Hollywood Scarlett Johansson juga berbicara tentang konspirasi korporasi, perusahaan besar yang mengendalikan pemerintah yang melancarkan serangan dan kejahatan siber dengan mengambil alih otak manusia dan menanamkan kenangan implan yang tidak pernah ada, inti cerita yang menggambarkan tentang keamanan informasi yang hadir dalam Ghost in the Shell.
Film yang bertutur kehidupan masa depan berkisar antara tahun 2029 dan 2032, memang sengaja membuat jalan cerita mengaburkan antara realitas dan fiksi, mengajak penonton menuju dunia yang melampaui angan mereka. Menampilkan adegan-adegan yang memiliki kemiripan dengan kejahatan siber masa kini walaupun secara teknologi masih jauh bila dibandingkan dengan sekarang, akan tetapi maksud dan tujuannya memiliki DNA yang sama. Bagaimana ada karakter yang punya kemampuan menembus atau membobol sistem keamanan perangkat terhubung ke internet atau teroris siber mengambil alih robot pelayan dan mengubahnya menjadi senjata humanoid mematikan, bagian cerita ini punay kemiripan di masa kini di mana seorang peretas mampu mengambil alih perangkat Internet of Things (IoT) digunakan untuk kejahatan lain.
Contoh menarik lainnya yang mengaburkan garis realitas dan fantasi bisa dilihat di serial animasi Ghost in the Shell: Arise. Di sini kita bisa melihat malware yang sebenarnya seperti Stuxnet misalnya yang oleh pengarangnya Masamune Shirow dibawa dari konsep masalah kehidupan siber di dunia nyata dimasukkan ke dalam alam manga dikembangkan menjadi lebih futuristik.
Ghost in the Shell yang mengambil lokasi sebuah kota di Jepang yang futuristik juga memberikan gambaran tentang teknologi yang berbalut dengan kehidupan sehari-hari. Kota modern dengan sistem kota pintar yang mengkoneksi sistem keamanan seperti kamera pengintai, rambu lalu lintas bahkan sistem gawat darurat yang menjadi incaran dalam keamanan siber, masalah yang menghantui kehidupan di dunia dalam film itu di mana penjahat-penjahat siber berkeliaran coba memenuhi target dan misi mereka. Ini seperti cerminan dari beberapa kejadian yang telah kita alami dalam kehidupan nyata, dengan berbagai serangan siber yang terus terjadi secara terus menerus menyerang berbagai layanan publik, perusahaan maupun milik pribadi.
Ghost in the Shell memang suatu yang berbeda, bukan hanya menonjol dalam dunia yang sudah sedemikian maju tetapi juga mengeksplor keamanan siber dan ancaman yang menyertainya, selain sisi filosofis di baliknya. Film ini juga menjadi sebuah narasi konstan tentang begitu sulitnya membedakan antara manusia dan kecerdasan buatan.
Walhasil, banyak pertanyaan yang bermunculan, seperti mana manusia dan mana mesin? bisakah mesin memiliki jiwa? bisakah kita hidup selamanya jika kita menghubungkan kesadaran kitaa ke jaringan informasi yang hampir tak terbatas seperti internet? Dapatkah kecerdasan buatan memberontak dan melawan penciptanya? Ini adalah beberapa pertanyaan yang sering muncul setiap kali berbicara Ghost in the Shell, dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, ternyata masih banyak yang tidak kita dapati jawabannya.
Keinginan untuk mencapai kesempurnaan dan keabadian melalui peningkatan teknologi seolah-olah merupakan langkah terakhir dalam evolusi manusia, sesuatu topik yang berulang disampaikan sepanjang seri Ghost in the Shell. Bagaimana sebagian ingin tetap se-manusia mungkin, sementara yang lain bersedia untuk meninggalkan tubuh fisik mereka sebagai imbalan untuk hidup selamanya dalam sebuah jaringan.
Di dunia sekarang ini, kita memiliki contoh seperti orang yang ingin memperbaiki diri melalui implan teknologi. Beberapa mengenal mereka sebagai biohacker, meskipun sementara hal ini masih menjadi bahan perdebatan, ada banyak aspek positif dari teknologi ini, implikasi dari implan semacam itu terhubung ke internet, dan karena itu mungkin berkompromi, memang menimbulkan beberapa pertanyaan yang mengganggu.
Sumber Berita :
https://www.welivesecurity.com