Era teknologi yang semakin maju seperti sekarang ini memiliki dua mata pisau. Jika digunakan dengan benar akan memberikan nilai positif bagi kemajuan dan perekonomian suatu negara, namun jika digunakan secara tidak bertanggungjawab dapat menjadi ancaman yang serius terutama bagi generasi muda.
Menurut Akamai report, Indonesia telah menjadi surga bagi para penjahat cyber sejak 2013 yang lalu. Di tahun yang sama, Telematika Sharing Vision menyampaikan hasil penelitiannya* bahwa Indonesia mendapat 42.000 serangan dunia maya per hari. Data 2016** menunjukan dari 1.627 kasus yang ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya pada tahun 2016, 1.207 kasus atau sekitar 70% merupakan kasus kejahatan dunia maya atau cyber crime.
Siapakah mereka?
Belum ada data resmi dari Kepolisian Republik Indonesia atau instansi berwenang lainnya yang menyebutkan siapakah para peretas yang menggunakan fasilitas internet di Indonesia itu. Namun sejak 2012 – April 2015, Subdit IT/Cyber Crime menangkap 497 orang tersangka kasus cyber crime, 389 orang di antaranya merupakan warga negara asing, dan 108 orang merupakan warga negara Indonesia.
Menurut Yudhi Kukuh, Technical Consultat PT Prosperita – ESET Indonesia, menemukan siapa yang bertanggungjawab dibalik sebuah kejahatan cyber sangatlah sulit. Tapi kami menemukan makin banyak data yang menunjukkan pelaku cyber crime berasal dari Indonesia. Hal tersebut dikemukakan menyusul temuan penyebaran malware Remote Access Trojan lokal di Indonesia secara terbuka melalui beberapa forum lokal. Pelaku menjajakan berbagai program RAT dengan harga yang cukup terjangkau.
Kejahatan cyber di Indonesia polanya mirip dengan kejahatan narkoba. Jika dulu Indonesia hanya menjadi sasaran kejahatan cyber, dengan besarnya jumlah pengguna internet yang kini mencapai 88.1 juta pengguna (data APJII), Indonesia telah berubah menjadi sarang pelaku kejahatan cyber.
“Sejak akhir 2016 kami sudah memprediksi kemunculan banyak malware lokal, terlebih lagi dengan mudahnya orang mendapatkan script yang disebar secara cuma-cuma atau diperjualbelikan dengan harga yang murah di dunia bawah tanah atau dark web menjadi salah satu pemicu semakin maraknya kejahatan siber di Indonesia. Temuan ini semakin “menguatkan” prediksi itu,” lanjut Yudhi.
Harapan kami seluruh pihak, baik pemerintah, korporasi maupun seluruh lapisan masyarakat bersama-sama melakukan gerakan “Sadar Kejahatan Cyber”. Pemerintah melakukan kampanye anti kejahatan cyber bagi masyarakat terutama orang-tua agar anak-anak mereka terlindung dari kejahatan cyber dan lebih jauh lagi tidak terlibat dalam kejahatan cyber. Bagi korporasi harus memiliki program edukasi yang jelas dan berkala untuk setiap personel terkait keamanan data.
ESET sebagai salah satu pengembang antimalware terus mengedukasi berbagai lapisan masyarakat yang aktif menggunakan perangkat untuk memastikan seluruh perangkat yang terhubung ke dalam jaringan sudah menggunakan antimalware. Begitu pula setiap mailserver harus sudah terlindungi dari spam dan malware. Keamanan cyber saat ini telah menjadi keharusan.
Sumber Berita
http://tekno.kompas.com/
http://www.cnnindonesia.com/