
Credit image: Pixabay
Tantangan & Risiko Ketika Data Pribadi Warga Indonesia Melintasi Samudra – Dalam era digital saat ini, data adalah “emas baru.” Namun, bagi sebagian besar masyarakat, data pribadi mereka seringkali tersimpan di “awan” tanpa tahu di mana “awan” itu sebenarnya berada.
Ketika data pribadi warga negara Indonesia, yang dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP), disimpan di luar negeri khususnya di Amerika Serikat, muncul sejumlah pertanyaan dan potensi risiko yang perlu dicermati.
Baca juga: ESET dan UU Perlindungan Data Pribadi |
Mengapa Data Disimpan di Amerika Serikat?

Ada beberapa alasan mengapa penyedia layanan digital, termasuk yang digunakan oleh warga Indonesia, memilih untuk menyimpan data di pusat data (data center) yang berlokasi di Amerika Serikat:
- Infrastruktur Teknologi Canggih: Amerika Serikat memiliki infrastruktur pusat data yang sangat maju, dengan teknologi terbaru dan kapasitas yang masif.
- Keandalan dan Skalabilitas: Penyedia layanan sering mencari stabilitas, kecepatan, dan kemampuan untuk dengan mudah meningkatkan atau menurunkan kapasitas penyimpanan sesuai kebutuhan.
- Ekonomi dan Efisiensi: Terkadang, biaya operasional dan pemeliharaan pusat data di AS bisa lebih kompetitif dibandingkan di lokasi lain, terutama untuk skala global.
- Keberadaan Markas Perusahaan Teknologi Global: Banyak perusahaan teknologi raksasa dunia bermarkas di AS, sehingga wajar jika infrastruktur utama mereka berada di sana.
UU PDP dan Konsekuensi Lintas Batas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) merupakan tonggak penting bagi perlindungan hak privasi warga negara Indonesia. UU ini mengatur secara ketat bagaimana data pribadi dikumpulkan, diproses, disimpan, dan ditransfer, baik di dalam maupun ke luar negeri.
Pasal-pasal kunci dalam UU PDP relevan dengan transfer data lintas batas:
Pasal 57 Ayat (1): Transfer data pribadi ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat dilakukan jika negara atau yurisdiksi penerima data memiliki tingkat perlindungan data pribadi setara atau lebih tinggi dari UU PDP.
Pasal 57 Ayat (2): Jika tidak setara, transfer data tetap bisa dilakukan dengan beberapa syarat, antara lain:
- Adanya kontrak yang mengikat antara pengendali data dan penerima data di luar negeri yang menjamin standar perlindungan setara.
- Diperolehnya persetujuan subjek data secara spesifik untuk transfer tersebut.
- Adanya persetujuan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) jika ada kasus khusus atau keadaan mendesak.
Implikasinya adalah bahwa entitas yang memproses data pribadi warga Indonesia, meskipun server fisiknya ada di AS, tetap wajib mematuhi ketentuan UU PDP. Mereka harus memastikan bahwa data tersebut dilindungi sesuai standar Indonesia, atau bahkan lebih tinggi.
Baca juga: Privasi dan Data Pribadi |
Risiko Penyimpanan Data di Amerika Serikat

Meskipun AS memiliki infrastruktur canggih, ada beberapa risiko dan tantangan yang muncul ketika data pribadi warga Indonesia disimpan di sana:
1. Jurisdiksi dan Konflik Hukum:
- CLOUDS Act (Cloud Act): Undang-Undang CLOUDS (Clarifying Lawful Overseas Use of Data Act) di AS memungkinkan penegak hukum AS untuk meminta data yang disimpan oleh perusahaan AS, terlepas dari lokasi fisik server-nya. Ini bisa menimbulkan konflik dengan kedaulatan hukum Indonesia dan hak privasi warga negara.
- Perbedaan Standar Privasi: Meskipun AS memiliki undang-undang privasi seperti California Consumer Privacy Act (CCPA), standar perlindungannya mungkin berbeda atau tidak selalu setinggi UU PDP atau GDPR Uni Eropa dalam beberapa aspek.
2. Risiko Pengawasan Negara:
- Program Pengawasan Massal: Sejarah menunjukkan bahwa lembaga intelijen AS memiliki program pengawasan yang luas, seperti yang terungkap dalam kasus Edward Snowden. Data pribadi yang disimpan di AS berpotensi menjadi target pengawasan ini, bahkan jika itu data warga negara asing.
3. Potensi Pelanggaran Data (Data Breach):
- Tidak ada sistem yang 100% aman. Pusat data di AS, meskipun canggih, tetap rentan terhadap serangan siber. Jika terjadi pelanggaran data, informasi pribadi warga Indonesia bisa terekspos, menyebabkan kerugian finansial, pencurian identitas, atau penyalahgunaan lainnya.
4. Akses Pemerintah AS:
- Dalam kasus tertentu, pemerintah AS dapat meminta akses ke data yang disimpan di wilayahnya untuk tujuan investigasi atau keamanan nasional, yang mungkin tidak sesuai dengan harapan privasi warga Indonesia atau hukum yang berlaku di Indonesia.
Baca juga: Mengapa Data Berharga |
Tantangan Penegakan Hukum:
Jika terjadi pelanggaran data atau sengketa terkait data yang disimpan di AS, proses hukum untuk warga negara Indonesia bisa menjadi lebih rumit dan memakan waktu, melibatkan yurisdiksi yang berbeda.
Peran Kita Bersama: Mendorong Kepatuhan dan Keamanan
Untuk meminimalkan risiko ini, diperlukan upaya kolektif:
- Pemerintah (Kominfo): Perlu secara aktif mengawasi dan menegakkan kepatuhan terhadap UU PDP, khususnya terkait transfer data lintas batas. Dialog diplomatik dan perjanjian bilateral dengan AS mengenai pertukaran data juga dapat menjadi solusi jangka panjang.
- Perusahaan Pengendali Data: Wajib melakukan uji tuntas (due diligence) yang ketat terhadap penyedia layanan pihak ketiga di luar negeri, memastikan mereka memiliki standar keamanan dan kepatuhan yang memadai. Kontrak yang jelas dengan klausul perlindungan data yang kuat sangat esensial.
- Masyarakat (Subjek Data): Penting untuk lebih sadar akan kebijakan privasi aplikasi dan layanan yang digunakan. Membaca syarat dan ketentuan, serta memahami di mana dan bagaimana data mereka diproses, adalah langkah awal yang krusial.
Penyimpanan data pribadi di luar negeri, termasuk di Amerika Serikat, adalah realitas di era globalisasi digital. Namun, dengan adanya UU PDP, Indonesia kini memiliki kerangka hukum yang lebih kuat untuk melindungi hak privasi warganya.
Tantangan utamanya adalah bagaimana menegakkan aturan ini secara efektif di tengah kompleksitas hukum lintas batas dan dinamika teknologi global.
Demikian pembahasan kita kali ini mengenai Ketika data pribadi warga indonesia melintasi samudra tantangan dan risiko di era UU PDP, semoga bermanfaat.
Sumber berita: