
Credit image: Freepix
Ancaman Baru Berbahaya Sextortion Berbasis AI – Meskipun perdebatan mengenai batas penggunaan AI masih berlanjut, tantangan terkait penggunaannya dalam tindak kriminal terlihat semakin nyata.
Salah satu ancaman paling mengkhawatirkan adalah konten media yang dihasilkan oleh AI, seperti suara kloning, gambar yang dimanipulasi, atau video palsu yang dikenal sebagai deepfake. Konten-konten ini sering digunakan untuk kejahatan seperti rekayasa sosial atau pemerasan (extortion).
Di antara jenis pemerasan yang paling meresahkan adalah sextortion, yaitu pemerasan yang menggunakan konten eksplisit yang dihasilkan oleh AI tanpa persetujuan korban.
Baca juga: Bandit Digital Salahgunakan Google Form untuk Penipuan |
Lonjakan Rekayasa Sosial dan Pemerasan

Tidak butuh waktu lama untuk melihat dampak Generative AI (GenAI) terhadap perilaku kriminal. Menurut laporan, serangan phising (salah satu bentuk rekayasa sosial) telah meningkat sebesar 4.151% sejak peluncuran ChatGPT pada tahun 2022.
Laporan lain dari Verizon juga menunjukkan bahwa elemen manusia bertanggung jawab atas 60% pelanggaran data bisnis, dengan rekayasa sosial menjadi metode pilihan dalam 22% kasus.
Fenomena ini diperkuat oleh laporan dari Orange Cyberdefense, yang mencatat korban pemerasan siber meningkat 77%, dengan penyerang secara oportunis menargetkan individu atau perusahaan bernilai tinggi.
Deepfake GenAI
Peningkatan penggunaan GenAI dapat dengan mudah dikorelasikan dengan lonjakan rekayasa sosial, phising, atau pemerasan. Untuk membuat deepfake seseorang, yang dibutuhkan hanyalah sampel suara atau gambar yang cukup.
Meskipun masih ada sedikit ketidaksempurnaan, konten yang dihasilkan sudah cukup meyakinkan untuk menipu. Perkembangan teknologi yang cepat juga menunjukkan bahwa deepfake akan menjadi semakin sempurna seiring berjalannya waktu.
Daya tarik otentisitas yang dibawa oleh kemiripan suara atau rupa seseorang cukup untuk meyakinkan pelaku kejahatan. Hal ini terutama berlaku dalam kasus pencurian identitas untuk tujuan seksual.
Baca juga: Aplikasi Pengasuhan Digital Terbaik |
Dunia yang Dirusak oleh Sextortion
Sebuah studi pada tahun 2023 mengungkapkan bahwa 96% video deepfake online bersifat seksual, dan konten deepfake secara keseluruhan meningkat 550% dibandingkan tahun 2019.
Penjahat siber selalu mencari taktik baru untuk mencapai tujuan finansial mereka, dan tidak mengherankan jika mereka merangkul kemampuan GenAI untuk taktik kotor seperti ini.
Menciptakan video porno deepfake berdurasi satu menit hanya membutuhkan waktu kurang dari 25 menit dengan menggunakan satu gambar wajah yang jelas. Korban paling banyak berasal dari Korea Selatan, AS, Jepang, dan Inggris.
Di Korea Selatan, masalah pornografi deepfake sangat parah hingga masyarakat menuntut tindakan serius dari pemerintah.
Sementara itu, FBI di AS bahkan mengeluarkan peringatan pada tahun 2023 tentang skema deepfake yang menargetkan anak di bawah umur dan orang dewasa, di mana gambar mereka diubah menjadi konten seksual untuk tujuan pelecehan dan pemerasan.
Sextortion vs. Penipuan Sextortion
Penting untuk membedakan antara sextortion dan penipuan sextortion (sextortion scams).
- Sextortion: Bentuk pemerasan di mana pelaku mengelabui korban agar berbagi konten seksual, lalu mengancam akan menyebarkannya jika korban tidak memenuhi tuntutan.
- Penipuan Sextortion: Penipuan di mana tidak ada konten seksual yang nyata. Pelaku hanya mengklaim telah memata-matai korban dan merekam mereka saat menonton pornografi, lalu menuntut pembayaran untuk “menghapus” rekaman tersebut.
Anak-anak sangat rentan terhadap pemerasan jenis ini, dengan konsekuensi tragis, termasuk kasus bunuh diri.
Baca juga: Eksploitasi Fitur Remote Control Zoom Curi Uang Kripto |
Melindungi Diri dari Sextortion Berbasis AI
Langkah terpenting untuk melawan sextortion adalah membatasi jumlah gambar yang dibagikan secara online. Namun, ini hanyalah sebagian dari masalah, mengingat privasi terus terkikis di dunia digital.
Beberapa langkah yang dapat Anda ambil untuk membatasi visibilitas online:
- Audit Hasil Pencarian: Periksa hasil pencarian tentang diri Anda dan minta penghapusan hasil yang bermasalah.
- Ubah Profil Publik Menjadi Pribadi: Ubah profil media sosial publik Anda menjadi pribadi untuk mengurangi visibilitas.
- Edit Gambar Online: Edit gambar wajah Anda agar sulit direproduksi oleh AI. Unggah gambar berkualitas rendah, tambahkan filter, atau gunakan avatar.
- Jangan Kirim Gambar Eksplisit ke Orang Asing: Jika Anda merasa nyaman dengan aktivitas semacam ini, potong bagian wajah dari gambar atau gunakan layanan yang menyediakan fitur gambar sekali lihat.
- Edukasi dan Komunikasi: Berkomunikasi secara terbuka dengan anak-anak tentang bahaya online dan bangun kepercayaan agar mereka tidak malu melaporkan jika menghadapi ancaman siber, termasuk sextortion.
- Laporkan: Jika Anda menjadi korban sextortion atau penipuan sextortion, laporkan ke pihak berwajib dan platform online tempat Anda menerima atau melihat ancaman tersebut.
Mengurangi kemungkinan wajah Anda muncul secara online adalah cara pasti untuk melawan potensi deepfake berbasis AI, terutama yang dapat berujung pada sextortion atau muncul di situs porno.
Tubuh adalah milik kita sendiri, dan kita tidak boleh memberikannya begitu saja bahkan jika itu hanya sebuah gambar.
Sumber berita: